saya lupa, bagaimana saya dulu memutuskan.. proses yang tiba-tiba saja mengantarkan.. saya juga tidak tahu.. awalnya, tak ada yang mengajari, bahkan keluarga. ibu dan mbah putri saya hanya mengajari saya untuk berpakaian sopan, bukan berpakaian sesuai syari'at. lingkungan? juga sama, bahkan guru ngaji saya waktu kecil juga mengenakan penutup kepala seadanya, yang kalo saya sebut mah mirip slayer, hihi
saya melalui pendidikan formal di sekolah umum yang sedikit banget jatah buat mapel agama, praktiknya juga hanya pas mau ujian. tuntutan lainnya tak ada.
Nah, saya juga tak tahu kenapa..sejak kecil saya begitu suka dan terpesona dengan muslimah yang berhijab. mata saya selalu berbinar ketika menemukan muslimah-muslimah itu di jalanan, di atas kendaraannya, berkibar jilbabnya, di pasar, di toko buku, disetiap tempat yang saya akan menjumpainya. mata saya antusias mengikuti muslimah itu, melihatnya dengan binar yang saya sendiri tak bisa melukiskan.
pernah pun, ketika kelas 2 SMP, saya memarahi sahabat saya yang ketika itu marah-marah (lho?), saya pegang jilbabnya sambil berkata, "ini apa? kau lupa hah, ini janji!". saya juga tidak tahu kenapa mengalir saja kata-kata itu, saya bahkan belum berjilbab. atau ketika rambut panjang saya dikepang dengan berbagai model, sahabat saya yang lain menegur, "sebaik apapun hiasan ini, sembari memegang kepangan rambut saya, tak kan pernah lebih bernilai dibanding kita berjilbab". pun ketika mengikuti ekstrakulikuler pramuka di SMP, ada seorang kakak pandega (atau apa ya namanya) yang membimbing ekskul di sekolah saya adalah jilbaber, saya pun begitu tertarik menelisik dan memperhatikan mbak ini :)
itu saja sepenggal saya mengenal jilbab, dari pengajian2 di desa yang saya ikuti juga hampir tak ada yang membahas masalah jilbab ini, juga ketika di diniyah (madrasah TPQ)..satu2nya kisah yang saya ingat adalah tentang dajjal, tak ada pembahasan jilbab disana.
kenapa saya sampai berjibab? dibilang saya ga tahu, hehe..saya lupa bagaimana awalnya. Tapi mungkin dulu saya berangkat dari pesan mbah putri saya bahwa seorang wanita mesti selalu berpakaian sopan.
Nah, ini saya sertakan tulisan dari Bunda Helvy tentang jilbab..
kutipan percakapan Bunda Helvy ketika pertama kali hendak berjibab, dengan seorang sahabatnya
“Modal kita kan rambut, Vy.
Nah kalau ntar pakai jilbab, muka kita jadi aneh. Tembem! Belum lagi ntar susah
dapat kerjaan, susah dapat cowok. Gila aja lo!” sambungnya lagi. “Ya gue juga mau
pakai jilbab. Tapi ntar kalau gue udah tualah. Allah kan Maha Pengertian. Yang penting
kita jilbabin dulu nih, hati kita!”
Saya
menatap
Heidy lama. “Emang Gue pikirin? Maha Pengertian? Gue juga tahu. Nah
kita pengertian nggak ama peraturan Dia? Memang siapa yang majikan siapa yang hamba sih? Kalau gue keburu mati
gimana?"
Heidy nyengir.
Terdiam sesaat. “Ya terserah lo deh!”
dan inilah pandangan Bunda Helvy mengenai keputusan berjilbab..
Mungkin ada di
antara sahabat yang berpikir, mengapa orang seperti Helvy---yang ‘geradakan’
ini---tiba-tiba bisa memutuskan untuk berjilbab?
Jawaban paling
tepat saya rasa adalah: hidayah. Karunia sekaligus misteri Illahi. Saya
mendapatkannya! Dan saya bertekad menggenggamnya terus sampai akhir masa!
Kemarin, setelah
mewawancarai Ayu Utami, sebuah stasiun televisi mewawancarai saya mengenai
hakikat perempuan. Sang reporter juga menanyakan alasan saya mengenakan jilbab.
Nah, di bawah
ini beberapa alasan saya mengenakan jilbab:
Pertama, karena
perintah Allah di dalam Al Quran, surat Al Ahzab; 59 dan Surat An Nuur: 31.
Kedua, karena
jilbab menjadi identitas utama bagi muslimah. Di mana pun kita berada bila kita
mengenakan jilbab, kita dikenali sebagai muslimah (masih merujuk QS Al Ahzab;
59).
Ketiga, dengan mengenakan jilbab, muslimah lebih aman
karena tidak diganggu. Pria lebih tertarik menggoda dan melakukan pelecehan
seksual pada perempuan yang memakai pakaian you
can see (everything?). Biasanya perempuan berjilbab justru sering disapa
dengan salam (Assalaamu’alaikum) atau dengan perkataan: “Mau kemana, Bu Hajii?”
(malah didoakan, amiin).
Keempat, dengan
mengenakan busana muslimah, kita menjadi lebih merdeka dalam arti sebenarnya.
Contoh kasus: saya kasihan sekali kalau melihat rekan perempuan yang memakai
rok mini, naik kendaraan umum. Dalam kendaraan ia akan sangat gelisah dan
berusaha menarik-narik rok mininya terus untuk menutupi pahanya. Kadang
gelagapan menutupi bagian tersebut dengan tas kerjanya. Sangat tidak nyaman.
Dengan mengenakan busana muslimah, kita bisa duduk dengan santai dan leluasa.
Kelima, dengan
berjilbab, kita merdeka dari pandangan orang yang mengukur kita dari fisik semata.
Kita tak lagi diukur dari besar kecilnya betis, pinggang atau bagian tubuh kita
lainnya. Orang akan mengukur kita semata dari kebaikan hati dan kecerdasan
kita.
Keenam, dengan
berjilbab maka kontrol ada di tangan perempuan, bukan pria. Perempuan bebas
mengontrol dan menentukan pria mana yang
boleh atau yang tidak boleh melihatnya.
Ketujuh, bagi
seorang gadis, dengan berjilbab pada dasarnya ia sudah melakukan proses seleksi
terhadap calon suaminya kelak. Bukankah hanya pria baik-baik dan memiliki
wawasan keislaman memadai yang berani melamar gadis berjilbab?
Ke delapan, jilbab
tak pernah menghalangi muslimah untuk maju dalam kebaikan. Sejarah mencatat
banyak perempuan agung di masa nabi SAW dan sesudahnya. Mereka mempunyai
beragam profesi, berbagai kiprah dalam masyarakat dan prestasi yang
tak pernah berhenti, sampai di medan perang sekali pun---tanpa pernah menanggalkan jilbab mereka.
Tentu saja
jilbab bukan menjadi satu-satunya indikator ketakwaan seseorang. Tetapi jilbab menjadi salah satu
realisasi amaliyah dari keimanan kita (iman harus dibuktikan dengan amal
bukan?). Dan pada akhirnya amal tersebut akan menunjukkan sisi ketakwaan kita.
Jadi, mengapa
harus takut dan ragu untuk berjilbab? Berani dong! ;)
jelas..pengamalan sangaaatt penting, dan itu menjadi ujian tersendiri bagi saya, yang jilbaban, tapi kuliah sering telat, janji sering dilanggar, bermuka masam pada orang-orang, somse sama temen2..juga masih gelagepan bahas teknologi, science, dak tetek bengeknya akademik.. ^^v
maaf ya, saya juga manusia..yang akan terus berusaha..semoga kita bisa menggapai ridho-Nya bersama :)
eh ya, soal hidayah..kalo kata ummi.. semua orang sudah mendapatkan hidayah, termasuk abu jahal dan abu lahab, tapi ada yang menerima dan ada yang tidak menerimanya, atau terus menerus menunda untuk menerimanya..