Jumat, 20 Maret 2009

BICARA, PERLUKAH DIRIBUTKAN?

Hee, ap yang terpikir membaca judulnya.. Ah, saya hanya ingin berpendapat saja. Sebelumnya mari kita menengok Rasululloh dan para sahabat.. Rasululloh adalah seorang pemimpin yang hebat, saudara yang menyayangi, keluarga yang melindungi.. Sahabatnya? Abu bakar, Umar, Ustman dan Ali, serta sahabat yang lain. Mushab bin Umair, Ibnu Mas’ud,, yang lain, antum lebih tahu (hehe..biasa,,ngeles)

Tidak seorangpun manusia diciptakan sama, seperti para sahabat dan karena perbedaan itulah yang membuat cahaya islam berpendar seindah pelangi.

Fitrahnya, begitulah.. Tidak seorangpun memiliki kemampuan sama. Dan ternyata, untuk memperjuangkan Islam, banyak jalan yang bisa kita pilih.

Umar,jelas,,dialah sahabat yang sangat tegas dan berani, Ustman sangat pemalu,,dan Islam tetap berpendar dengan keberagaman itu.

Dibutuhkan satu orang yang bisa mengubah pendapat untuk menggenggam dunia, ya, bener siy.. Tapi nggak harus maksa kan? Memang tak bisa, maksud saya semua orang butuh proses, belajar.

Bukankah tak harus dengan BICARA kita mengenalkan risalah nan indah ini? Bukankah karena kedermawanan Abu Bakar dan Ustman,,pasukan Islam bisa mempunyai persenjataan yang sangat membantu, ya tentu dengan seizin Alloh.. Bukankah dengan suara indah Bilal, umat Islam berkumpul di satu tempat yang di rahmati Alloh, melakukan sholat di sana dan membangun siasat? Bukankah karena santunnya sikap Ali yang akhirnya menjadikan seorang Yahudi tua masuk Islam? Bukankah karena doa Rasululloh, Umar akhirnya menjadi aset umat Islam dulu?

Dan haruskah yang tak bisa itu disingkirkan begitu saja, bukankah masih bisa mengingatkan dengan akhlaknya, memberi kekuatan dengan doanya, membantu dengan waktunya, jangan pernah remehkan kebaikan sekecil apapun, karena bisa jadi yang kecil di mata kita itu adalah amalan kita yang paling ikhlas, sehingga Alloh meridhoinya, dan atau mungkin mengampaikan dengan penanya.

Ingat, hati manusia itu misteri. Apakah kita dapat melihat luka yang tak sadar kita goreskan di hati itu? Apakah dapat kita melihat tumpukan kecemasan yang menghimpit? Apakah kita dapat melihat kelembutan nan sejuk yang bersemayam di dalamnya? Soal hati memang harus hati-hati. Jangan dulu meremehkan, jangan dulu memandang sebelah mat, karena mata kita sangat terbatas kemampuannya, jangan dulu membuangnya, oh..tak apa kalau di buang, tapi kembali bersihkan hati, kembali benahi akhlak.

Ilmu yang manusia dapatkan tak lebih dari satu tetes dari seluruh lautan ilmu-Nya..

Tidak ada komentar: