Kamis, 03 Mei 2012

bila kami sudah merasa banyak berkorban

Puji Syukur dan segala puja puji lainnya hanya pantas diagungkan kepada Dzat yang tak pernah berhenti memberi, mencipta, mengajarkan, mematikan.. Dzat yang dapat memberikan apapun, juga dapat mengambil apapun.. Dzat Pemilik Segala Hal, Alam semesta, Surga dan Neraka, Harta, Ilmu, Kekuasaan, Nyawa.. Allah Subhanahu Wata'ala.. Shawat Salam kepada Beliau, yang cintanya terbuktikan sampai akhir nafasnya, sampai detik terakhir pesannya.. ummati..ummati.. Beliau yang selalu menangis memohonkan ampun bagi pengikutnya, memohonkan keringanan bagi pengikutnya, dan merindukan saudara-saudaranya.. ialah Rasulullah Muhammad Shallallohu 'Alaihi Wasallam..
sebelumnya, sejenak mari kita mendoakan para pendahulu, peletak dasar gerakan, pelopor dan pembaharu.. yang bergerak pada zamannya, menentang arus dan maju sebagai peubah.. Marilah sejenak kita mendoakan para qiyadi..ditataran atas, majelis syuro.. yang dengan segala daya upaya selalu berusaha memberi.. dengan segala daya upaya bertahan diri.. dengan segala daya upaya menghadapi fitnah.. juga sejenak mari kita mendoakan guru-guru, ustadz-ustadzah kita.. yang bersabar di daerah perbatasan, dengan sabar yang sebenar benar sabar.. dengan sabar yang terus naik level, sampai hari ini.. ketika bumi begitu penuh dengan fitnahnya..

Saya dulu sering mendengar.. dari kakak2 tingkat, bahwa bangunan dakwah itu seperti batu bata yang tersusun, tidak semuanya berada di atas, tidak semuanya harus rela cantik dan tampil utuh.. tapi mesti ada yang mau dipotong, sedikit di gerus, sedikit dihancurkan, agar susunan batu bata itu kokoh dan cantik..
Pun ketika zaman terus melaju, tantangan dakwah mutlak harus ditlakukan dengan keimanan yang makin kokoh dan strategi yang makin jitu.. Setiap zaman, ada spiritnya, tantangannya dan penyelesaiannya.. Setiap daerah ada karakternya.. makin kecil scope-(bener ga nih nulisnya)-nya, makin mudah menyelesaikan permasalahan2 di dalamnya.. Maka kemudian dikenal perbaikan yang bersifat bottom-up. atau kalo versi Aa Gym-nya: mulai dari hal yang kecil-kecil, betul tidak?

Nah.. entah ini aroma pesimistis yang berhembus atau memang begitu adanya.. Kader-kader dakwah disoroti makin berkurang militansi-nya, daya juang dan kerelaan buat berkorban.. dikit-dikit.. dikit-dikit.. hah.. yah, begitulah..
Atau, ada sesuatu yang salah? entah pada tangga keberapa mungkin ada yang terlewat.. mari kita teliti bersama.. atau jangan-jangan, hemm..
Kita-lah yang hidup di zaman ini sebagai batu bata itu.. pendahulu telah meletakkannya.. apa kita akan menghancurkan, membangun lagi, atau memugarnya..

Pernahkah, suatu kali kita memandangi wajah guru-guru kita.. rautnya yang lelah namun tak pernah ditampakkan, senyumnya yang ramah, sapaannya yang mendinginkan, semangatnya yang tak pernah mengikuti usianya.. semangatnya tak kunjung renta.. padahal berganti zaman tlah dilewatinya..
Pernahkah, suatu kali kita menyaksikan ustadz-ustadzah kita difitnah tanpa ampun, dan tetap saja tersenyum menghadapi semua itu.. saya yakin, hal itu sangat amat berat dirasakan. saya yakin hal itu sangat tidak mudah dilakukan, untuk menyungging senyum ditengah letih dan terpaan fitnah yang keji..
Tapi semua terlihat ringan dimata kita, beliau berhasil mengemasnya dengan apik.. hingga akhirnya yang haq muncul sebagai haq dan bathil muncul sebagai bathil.
Pernahkah menengok pada diri kita.. yang merasa sudah lelah, teramat lelah. yang merasa sudah berkorban banyak, segalanya. yang merasa ujian dan cobaan begitu beratnya.. yang merasa sudah paling ujung berusaha.. dan seterusnya, dan seterusnya..
Kalau kita ikan teri dan sekarang sedang bermain di air dalam gelas, seberapakah masalah kita sebenarnya? jika kita ikan nila yang bermain di air dalam ember, seberapakah masalah kita sebenarnya, dan jika kita adalah ikan hiu yang bermain di air dalam lautan, seberapakah masalah kita sebenarnya?
Kita adalah ikan yang sesuai jenisnya, besarnya sedang bermain di air dalam wadah yang semestinya memang menjadi tempat kita.. Beliau yang ditataran atas, bisa jadi kadang mesti rela menjadi ikan hiu yang ditempatkan diember, sempit, kehausan.. atau ikan teri yang berenang dilautan, ancaman dan marabahaya yang menghadang begitu besar..

Biar Allah yang membayar semuanya ya ustadz-ustadzah kami.. Biar Allah sebagai pemberi balasan terbaik..
Maka, kami belajar lagi dari senyummu kemarin pagi.. Bila kami sudah merasa banyak berkorban, harus kami namai apa segala jerih dan pengorbananmu ustadz..

Tidak ada komentar: